Protein
merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai
sumber energi serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer
dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga.
Struktur asam amino digambarkan
sebagai berikut:
Protein yang
terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1.
Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.
Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.
Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.
bisa bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat.
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode
kuantitatif dan kualitatif.
Analisis protein secara kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Dapat dilakukan
dengan reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi.
Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah
analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan
pangan. Analisi kuantitatif protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl,
metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret) dan
metode spektrofotometri UV. Analisis protein ini dapat menentukan tingkat
kualitas protein apabila dipandang dari sudut gizi serta menelaah protein yang
merupakan salah satu bahan kimia secara biokimia, fisiologis, reologis dan
enzimatis.
KJELDAHL
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total padaasam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi denganasam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkanamonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali
kuat, amonia yang terbentuk disuling uapsecara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode
ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanyamemerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.Cara Kjeldahl digunakan untuk
menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanansecara tidak langsung,
karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya.Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan itu.
No.
|
Nama bahan
|
Faktor konversi
|
1
|
Beer
|
6,5
|
2
|
Gandum
|
5,7
|
3
|
Roti
|
5,7
|
4
|
Syrup
|
6,25
|
5
|
Coklat
|
6,25
|
6
|
Serealia (biji-bijian)
|
6,25
|
7
|
SKM
|
6,25
|
8
|
yeast
|
6,25
|
9
|
Makanan ternak
|
6,25
|
10
|
Buah-buahan
|
6,25
|
11
|
Padi-padian
|
6,25
|
12
|
Makaroni/bakmi
|
5,7
|
13
|
Kacang-kacangan
|
6,25
|
14
|
Malt
|
6,25
|
15
|
The
|
6,25
|
16
|
Anggur
|
6,25
|
17
|
Wort (malt untuk beer)
|
6,25
|
Penentuan Kadar
Protein Total
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun
1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam
kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik
titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar
nitrogen dalam sampel.
Prinsip
dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk
mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan
metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung
kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar
protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g
nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka
ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda
tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah :
digesti, netralisasi dan titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi
CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah
menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses
destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4
dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4
atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam
sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain
katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium.
Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan
titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi
rendah atau sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
H
destruksi
R-C-COOH
NH3 + CO2
+ H2O
NH2
H2SO4
Asam amino CuSO4
(protein) Na2SO4
NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4
Hasil Destruksi
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 %
dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih
baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam
asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator
misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO4 +
NaOH
NH3 + H2O
+ Na2SO4
NH3 + HCl 0,1 N
NH4Cl
Berlebihan
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida
yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan
tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1
N
NaCl + H2O
Kelebihan
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat
yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam
khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna larutan dari biru menjadi merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai
berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
Gram bahan x
1000
Setelah diperoleh
%N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N
yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Kadar protein
(%) = % N x faktor konversi
Apabila faktor konversi tidak diketahui, faktor
6,25 dapat digunakan . Faktor ini diperoleh dari fakta rata-rata nitrogen dalam
protein adalah 16 %.
Kadar Protein
(%) = N x 100/16
= N x 6,25
· Kentungan menggunakan Metode
Kjeldahl,diantaranya :
a. Secara
internasional dan masih merupakan metode standar untuk perbandingan terhadap
semua metode lainnya.
b. Presisi
tinggi dan baik reproduktifitas telah membuat metode utama untuk estimasi
protein dalam makanan.
· Kerugian menggunakan Metode Kjeldahl,diantaranya :
a. memberikan
ukuran protein yang benar, karena semua nitrogen dalam makanan tidak dalam
bentuk protein.
b. Protein yang
berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena mereka memiliki urutan
asam amino yang berbeda.
c. Penggunaan
asam sulfat pekat pada suhu tinggi menimbulkan bahaya yang cukup besar, seperti
halnya penggunaan beberapa kemungkinan katalis teknik ini memakan waktu untuk
membawa keluar.
Daftar Pustaka